Manuver Australia Hadang Eksekusi Mati di Indonesia




Sydney - Hidup duo terpidana mati gembong narkoba 'Bali Nine' asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, kemungkinan segera berakhir. Kejaksaan Agung Republik Indonesia (RI) tengah mempersiapkan eksekusi mati terhadap kedua orang tersebut, dan juga terpidana mati lainnya. Sejak rencana hukuman mati gelombang kedua, Pemerintah Australia mulai bermanuver, melancarkan desakan ke Pemerintah Indonesia.

Baik Pemerintah, masyarakat, dan media Australia terus menggembar-gemborkan penolakan atas pelaksanaan eksekusi mati terhadap 2 warga mereka di Indonesia. Yang paling terbaru, Perdana Menteri Tony Abbott mengingatkan betapa dekatnya hubungan Australia dan Indonesia, yang diwujudkan dalam bentuk bantuan dari Negeri Kanguru sebesar A$ 1 miliar atau sekitar Rp 10 triliun.

"Jangan lupa, beberapa tahun lalu, saat Indonesia dilanda tsunami dari Samudera Hindia, Australia memberikan bantuan senilai A$ 1 miliar. Kita mengirim kontingen sebagai bentuk bantuan kemanusiaan," ujar Abbott, seperti dikutip Liputan6.com dari News.com.au, Jumat (20/2/2015).

"Kami, Australia selalu ada untuk kalian, pemerintah dan rakyat Indonesia. Untuk itu, kami berharap kalian bisa membalas hal itu saat ini," imbuh dia.

Politisi Partai Liberal Australia itu juga memperingatkan bahwa hubungan pihaknya dengan Indonesia bisa terganggu jika eksekusi mati terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukumaran tetap dilaksanakan.

"Saya tidak ingin membuat hubungan baik yang telah kita jalin ini menjadi buruk. Kita adalah teman baik dan tetangga dekat," kata Abbott. "Namun, saya tegaskan bahwa kami tidak bisa mengabaikan hal seperti ini begitu saja jika usaha yang kami lakukan diabaikan oleh Indonesia."

Menanggapi hal itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir berharap apa yang dilontarkan PM Australia itu bukanlah sifat mereka yang sebenarnya. Dia mengaku tak percaya bila negeri kanguru bisa mengatakan demikian.

"Orang akan terlihat warna aslinya, semoga hal ini tidak menujukkan warna sebenarnya dari Australia," ujar pria yang karib disapa Tata tersebut.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyesalkan pernyataan Perdana Menteri Australia Tony Abbott yang mengungkit bantuan Australia kepada Indonesia dalam bencana tsunami Aceh dan mengaitkannya dengan upaya pembatalan hukuman mati 2 warganya dalam waktu dekat.

"Pernyataan Tony Abbott itu patut disesalkan," kata Hikmahanto melalui keterangan tertulis di Jakarta.

Menurut dia, Tony Abbott salah mempersepsikan bantuan yang diberikan Australia kala itu sehingga memberi kesan Australia tidak tulus memberi bantuan kemanusiaan untuk Indonesia.

"Bantuan diberikan seolah untuk menciptakan ketergantungan Indonesia terhadap Australia. Dan saat ini ketika ada kepentingan Australia ketergantungan itu yang digunakan," kata dia.

Hal itu dinilai akan menguatkan opini rakyat Indonesia bahwa bantuan dari luar negeri memang ada kaitannya dengan kepentingan asing atau "tidak ada makan siang yang gratis".

Hikmahanto mengatakan, Tony Abbott belum menjabat Perdana Menteri atau pengambil kebijakan ketika Australia memberi bantuan ke Indonesia pascatsunami.  Jadi kemungkinan saat itu pemberian bantuan ke Indonesia dilakukan secara tulus.

"Namun sekarang telah disalah-manfaatkan oleh Abbott seolah bantuan tersebut dapat ditukar dengan pembatalan pelaksanaan hukuman mati," tegas anggota Tim 9 itu.

Dia juga menyesalkan dalam pernyataannya Abbott menyatakan ketika Australia memberi bantuan pascatsunami ada warga Australia yang meninggal dunia.

"Tidak seharusnya nyawa warga Australia yang memberi bantuan di Aceh dibarter dengan nyawa dua warga Australia yang akan menjalani hukuman mati karena melakukan kejahatan yang serius di Indonesia," ujar dia.

Namun Hikmahanto meminta Indonesia memahami mengapa Tony Abbott mengeluarkan pernyataan kontroversial tersebut sebagai wujud usaha keras pemerintah Australia melindungi warga negaranya.

Di samping itu, dia menilai, konstelasi perpolitikan internal mengharuskan Abbott untuk memiliki keunggulan sehingga dapat mempertahankan kursi kekuasaannya. "Isu pelaksanaan hukuman mati di Indonesia telah dijadikan komoditas politik oleh para politisi Australia.

0 comments:

Post a Comment